Minggu, 14 Agustus 2011

Konsep Bimbingan Konseling Belajar


A.   Konsep Bimbingan Konseling Belajar
Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu dari seorang yang ahli, namun tidak sesederhana itu untuk memahami pengertian dari bimbingan. Pengertian bimbingan yang lebih luas, bahwa bimbingan adalah “Suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapat latihan khusus untuk itu, dimaksudkan agar individu dapat memahami dirinya, lingkunganya serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk dapat mengembangkan potensi dirinya secara optimal untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat”.
Konseling berasal dari bahasa latin consillium berarti dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami. Sedangkan dalam bahasa anglosaxon istilah konseling berasal dari istilah sellan yang berarti menyerahakan atau menyampaikan. Sebagaimana istilah bimbingan, istilah konseling juga mengalami perkembangan dan perubahan.
Belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan pribadi dan perilaku individu. Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan bahwa sebagian terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar.
Secara rinci tujuan bimbingan belajar dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Mencarikan cara-cara belajar yang efisien dan efektif bagi seorang anak atau sekelompok anak.
2.      Menunjukkan cara-cara mempelajari sesuatu dan menggunakan buku pelajaran.
3.      Memberikan informasi (saran dan petunjuk) bagaimana memanfaatkan perpustakaan.
4.      Membuat tugas sekolah dan mempersiapkan diri dalam ulangan dan ujian.
5.      Memilih suatu bidang studi (mayor atau minor) sesuai dengan bakat, minat, kecerdasaan,  cita-cita dan kondisi, fisik atau kesehatannya.
6.      Menunjukkan cara-cara menghadapi kesulitan dalam bidang studi tertentu.
7.      Menentukan pembagian waktu dan perencanaan jadwal belajarnya.
8.      Memilih pelajaran tambahan baik yang berhubungan dengan pelajara disekolah maupun untuk pengembangan bakat dan kariernya dimasa depan.


B.    Prinsip  Efisiensi Dalam Belajar
Belajar merupakan hal yang erat hubungannya dengan prinsip ekonomi. Tegasnya, makin cepat seseorang belajar dengan prestasi yang sama, maka makin baiklah keadaan itu. Dengan demikian pada belajar berlaku hukum efisiensi. Makin cepat seseorang belajar dengan hasil yang sama maka akan semakin baik. Cara belajar yang demikian itulah cara belajar yang baik dan efisien. Prinsip efisiensi dan efektifitas maksudnya adalah bagaimana guru menyajikan pelajaran tepat waktu, cermat, dan optimal. Alokasi waktu yang telah dirancang tidak sia-sia begitu saja, seperti terlalu banyak bergurau, memberi nasehat, dan sebagainya. Jadi semua aspek pengajaran (guru dan peserta didik) menyadari bahwa pengajaran yang ada dalam kurikulum mempunyai manfaat bagi siswa pada masa mendatang.
Suatu perbuatan dikatakan sebagai proses belajar apabila memenuhi kriteria sebagai berikut, Pertama, perubahan yang terjadi harus bertujuan disengaja atau sadar. Kedua,  perubahan itu bersifat positif ke arah yang lebih baik. Ketiga,  hasil dari pengalaman yaitu interaksi antara individu dengan orang lain atau lingkungan. Sedangkan perubahan yang diakibatkan karena kematangan itu tidak dapat dikatakan sebagai belajar. Keempat, perubahan itu bersifat efektif.
Di dalam kegiatan belajar terdapat pula prinsip – prinsip dalam belajar. Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik apabila ia dapat menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip orang belajar.  Prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan didalam proses belajar mengajar . beberapa prinsip tersebut diantaranya yaitu:
Pertama prinsip kesiapan, proses belajar dipengaruhi kesiapan murid, yang dimaksud dengan kesiapan  ialah kondisi individu yang memungkinkan ia dapat belajar.
Kedua, prinsip motivasi, motivasi adalah suatu kondisi dari pelajar untuk memprakarsai kegiatan, mengatur arah kegiatan itu dan memelihara kesungguhan.
Ketiga,  prinsip tujuan. Tujuan harus tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para pelajar pada saat proses belajar terjadi.
Keempat, proses belajar afektif, seseorang menentukan bagaimana ia menghubungkan dirinya dengan pengalaman baru.Belajar afektif mencakup nilai emosi, dorongan, minat dan sikap.
Kelima, Proses belajar psikomotor, dalam proses ini individu menentukan bagaimana ia mampu mengendalikan aktivitas ragawinya.
Keenam,   prinsip evaluasi. Jenis cakupan dan validitas evaluasi dapat mempengaruhi proses belajar saat ini dan selanjutnya. Pelaksanaan latihan evaluasi memungkinkan bagi individu untuk menguji kemajuan dalam pencapaian tujuan.
Ketujuh,  prinsip persepsi. Seseorang cenderung untuk percaya sesuai dengan bagaimana ia memahami situasi. Persepsi adalah interpretasi tentang situasi yang hidup. Setiap individu melihat dunia dengan caranya sendiri yang berbeda dari yang lain. Persepsi ini mempengaruhi perilaku individu. Seseorang guru akan dapat memahami murid-muridnya lebih baik bila ia peka terhadap bagaimana cara seseorang melihat suatu situasi tertentu.
Kedelapan, prinsip transfer dan retensi.Belajar dianggap bermanfaat bila seseorang dapat menyimpan dan menerapkan hasil belajar dalam situasi baru.
Kesembilan,  prinsip belajar kognitif. Belajar kognitif melibatkan proses pengenalan dan atau penemuan. Belajar kognitif mencakup asosiasi antar unsur, pembentukan konsep, penemuan masalah, dan keterampilan memecahkan masalah yang selanjutnya membentuk perilaku baru, berpikir, menalar, menilai dan berimajinasi merupakan aktivitas mental yang berkaitan dengan proses belajar kognitif.
Belajar juga dikatakan sebagai proses terpadu, ini berarti  bahwa belajar adalah suatu proses yang menyangkut semua aspek yang meliputi aspek fisik, sosial, emosional, intelektual dan moral dapat terlibat secara aktif ketika kegiatan belajar itu sedang berlangsung. Selain belajar juga dikatakan sebagai proses terpadu, belajar juga mempengaruhi proses psikologis belajar anak. Beberapa teori mengenai proses belajar yaitu teori belajar behavioral, teori belajar sosial, teori belajar kognitif, teori perkembangan kognitif dan teori pemrosesan informasi.
Yang termasuk dalam teori belajar behavioral yaitu classical conditioning, operant conditioning, pembentukan kebiasaan dan peniruan. Classical Conditioning merupakan kemampuan menghasilkan respon terhadap stimulus baru berdasarkan pengalaman yang diperoleh sebelumnya secara berulang – ulang. Operant Conditioning merupakan suatu tindakan yang dikendalikan oleh tujuan  untuk mengubah perilaku seseorang. Perbedaan classical conditioning dan operant conditioning adalah operant conditioning selalu lebih baik daripada classical conditioning dalam menjelaskan respon  otomatis, sebaliknya classical conditioning  lebih baik dalam menjelakan respon yang tak otomatis. Stimulus yang menguasai perilaku dalam classical conditioning mendahului perilaku, sementara stimuls yang menguasai perilaku dalam operant conditioning mengikuti perilaku. Misalnya jika kita mengajar suatu trik terhadap ikan lumba-lumba untuk muncul kepermukaan air dan melompeti lingkaran, dalam classical conditioning kita akan menunjukan stimulus bersyarat (seperti suara peluit dan makanan lumba-lumba) sebelum lumba-lumba menunjukan trik. Dalam operant conditioning, kita akan menunjukan stimulus hadiah (makanan lumba-lumba) setelah lumba-lumba tersebut melakukan trik. Pembentukan kebiasaan (habituation) adalah presentasi suatu stimulus yang teejadi berulang-ulang. Peniruan, terjadi ketika seorang anak belajar peilaku baru dengan melihat orang lain bertindak. Misalnya, anak memperhatikan suatu model perilaku tertentu maka ia meniru model perilaku tersebut.
Dalam pendidikan di sekolah, guru dapat mengimplikasikan proses belajar anak terhadap pengembangan kegiatan belajar mengajar. Proses belajar  sebaiknya diorientasikan pada semua aspek individu, kurikulum yang dapat mengembangkan semua bidang pengembangan seperti fisik, emosi, sosial, dan kognitif dan yang lebih penting adalah adanya kejelasan tentang kesesuaian antara isi kurikulum usia dan tingkat kemampuan anak.
Guru hendaknya  melakukan pemantauan secara langsung di kelas maupun di luar kelas untuk menjaga efektivitas pembelajaran. Hal itu dapat memantau siswa sehingga bermanfaat untuk pengembangan program, sehingga dapat mengoptimalkan proses pembelajaran.
Guru diharapkan selalu siap memposisikan dirinya sebagai fasilitator dan motivator, bukan sebagai satu – satunya yang berkuasa di kelas. Dengan peran tersebut siswa tetap asik dalam kegiatan  belajar sehingga mudah dalam memecahkan persoalan dan belajar untuk tidak bergantung pada orang lain. Kesempatan seluas luasnya hendaknya diberikan kepada anak untuk terlibat dalam kegiatan yang melibatkan seluruh aspek bidang studi pengembangan seperti mental, fisik, social dan moral.



C.       Bimbingan Prestasi Belajar dengan Inteligensi
Dalam kehidupan sehari–hari wajar bila mereka yang memiliki intelegensi tinggi diharapkan memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula. Salah satu definisi intelegensi memang menyebutkan bahwa intelegensi, antara lain merupakan ability to learn atau kemampuan untuk belajar (Weschler, 1958; Freeman, 1962). Begitu juga kemudahan dalam belajar disebabkan oleh tingkat intelegensi yang tinggi yang terbentuk oleh ikatan–ikatan syaraf (neural bonds) antara stimulus dan respons yang mendapat penguatan (Thorndike, dalam Wilson, Robeck & Michael, 1974).
Pada umumnya orang berpendapat bahwa intelegensi merupakan bekal potensial yang akan memudahkan dalam belajar. Pada gilirannya akan memberikan hasil yang optimal. Hal ini didukung oleh fakta bahwa lembaga–lembaga pendidikan lebih bersedia menerima calon siswa yang menampakkan indikasi kemampuan intelektual tinggi daripada yang tidak. Fakta lain adalah didirikannya lembaga–lembaga pendidikan khusus bagi mereka yang memiliki hambatan atau kelemahan intelektual.
Belajar, dalam pengertian yang paling umum, adalah setiap perubahan perilaku akibat pengalaman yang diperoleh, atau sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Karena manusia bersifat dinamis dan terbuka terhadap berbagai perubahan yang terjadi pada dirinya dan lingkungan sekitarnya maka proses belajar akan selalu terjadi tanpa henti. Dalam pandangan sebagian ahli psikologi kognitif, proses belajar bahkan terjadi secara otomatis tanpa adanya motivasi.
Dalam pengertian yang lebih khusus, belajar didefinisikan sebagai perolehan pengetahuan dan kecakapan baru. Pengertian inilah yang merupakan tujuan pendidikan formal di sekolah– sekolah atau di lembaga–lembaga pendidikan yang memiliki program terencana, tujuan instruksional yang kongkrit, dan diikuti oleh para siswa sebagai suatu kegiatan yang sistematis. Prestasi atau keberhasilan belajar dinyatakan dalam berbagai indikator berupa nilai rapor, indeks prestasi studi, angka kelulusan, prediksi keberhasilan dan semacamnya.
Daniel Goleman (1999) mengemukakan konsep kecerdasan yang dapat mempengaruhi peningkatan prestasi seseorang yaitu kecerdasan emosi (Emotional Intelligence). Menurut Goleman, kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Kecerdasan emosi mencakup kemampuan–kemampuan yang berbeda tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik (academic intelligence), yaitu kemampuan kognitif murni yang diukur dengan IQ. Banyak orang cerdas, dalam arti terpelajar dan memiliki prestasi akademik tetapi kecerdasan emosinya rendah, kerap bekerja sebagi bawahan orang ber-IQ lebih rendah namun unggul dalam kecerdasan emosi.


D.       Faktor-faktor yang harus diperhatikan di dalam Belajar
1.    Faktor Internal
Faktor-faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu, antara lain: 
a. Faktor Fisiologis
Faktor-faktor fisiologis adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik individu. Faktor ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu: pertama, keadaan  jasmani. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal. Kedua, fungsi fisiologis/ jasmani. Selama proses belajar berlangsung, peran fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat mempengaruhi hasil belajar, terutama pancaindra. Pancaindra yang berfungsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar dengan baik pula. Dalam proses belajar, pancaindra merupakan pintu masuk bagi segala informasi yang diterima dan ditangkap oleh manusia, sehingga manusia dapat mengenal dunia luar.
b.   Faktor Psikologis
Faktor-faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat mempengaruhi proses belajar. Beberapa faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses belajar adalah kecerdasan siswa, motivasi, minat, sikap dan bakat.
Kecerdasan/Inteligensi Siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik dalam mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga organ-organ tubuh yang lain. Namun, otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ lain, karena fungsi otak adalah sebagai pengendali tertinggi (executive control) dari hampir seluruh aktivitas manusia. Semakin tinggi tingkat inteligensi seorang individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Motivasi
Motivasi adalah salah satu faktor yang mempengaruhi keefektifan kegiatan belajar siswa dan mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif, mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Contohnya, seorang siswa yang gemar membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak hanya menjadi aktivitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah menjadi kebutuhannya.


Minat
Secara sederhana minat (interest) berarti kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu. Sama halnya dengan kecerdasan dan motivasi, minat memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar. Karena jika seseorang tidak memiliki minat untuk belajar, ia akan tidak bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Untuk membangkitkan minat belajar siswa ada banyak cara yang bisa digunakan. Salah satunya adalah dengan membuat materi yang akan dipelajari semenarik mungkin dan tidak membosankan.
Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat mempengaruhi keberhasilan proses belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk memberi reaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek, orang, peristiwa dan sebagainya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003). Sikap siswa dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan guru, pelajaran atau lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, guru berperan dan berusaha untuk menyajikan pelajaran yang diampunya dengan baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajari bermanfaat bagi diri siswa.
Bakat
Secara umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang (Syah, 2003). Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994)mendefinisikan bakat sebagai kemampuan umum yang dimiliki seorang siswa untuk belajar. Dengan demikian, bakat adalah kemampuan seseorang yang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan besar ia akan berhasil.
2.   Faktor Eksternal
Faktor-faktor ekternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar diri individu dan dapat mempengaruhi hasil belajar individu, antara lain:
a.   Faktor Lingkungan Sosial
Meliputi lingkungan sosial sekolah (guru, administrasi, teman-teman sekelas), lingkungan sosial masyarakat (tempat tinggal siswa), Lingkungan sosial keluarga (Ketegangan di dalam keluarga, sifat-sifat orang tua, pengelolaan keluarga). Semuanya itu dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa.
b.   Faktor Lingkungan NonSosial
Meliputi faktor lingkungan alamiah (kondisi udara segar, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin, sinar yang tidak terlalu silau atau bahkan tidak terlalu gelap, dll ), faktor instrumental (perangkat belajar seperti gedung sekolah, alat-alat belajar, kurikulum, peraturan sekolah, buku panduan, dll), faktor materi pelajaran (bahan yang akan diajarkan ke siswa, hendaknya sesuai dengan usia perkembangan, metode dan kondisi siswa). Semuanya itu dapat mempengaruhi aktivitas belajar siswa.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates