Sabtu, 30 April 2011

SOSIOANTROPOLOGI
PENGERTIAN GENDER, RAS, DAN ETNIS

1.      GENDER
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti “jenis kelamin”. Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku.
Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.
Hilary M. Lips dalam bukunya yang terkenal Sex & Gender: an Introduction mengartikan gender sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki dan perempuan (cultural expectations for women and men). Pendapat ini sejalan dengan pendapat kaum feminis, seperti Lindsey yang menganggap semua ketetapan masyarakat perihal penentuan seseorang sebagai laki-laki atau perempuan adalah termasuk bidang kajian gender (What a given society defines as masculine or feminin is a component of gender).
H. T. Wilson dalam Sex and Gender mengartikan gender sebagai suatu dasar untuk menentukan pengaruh faktor budaya dan kehidupan kolektif dalam membedakan laki-laki dan perempuan. Agak sejalan dengan pendapat yang dikutip Showalter yang mengartikan gender lebih dari sekedar pembedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari konstruksi sosial budaya, tetapi menekankan gender sebagai konsep analisa dalam mana kita dapat menggunakannya untuk menjelaskan sesuatu (Gender is an analityc concept whose meanings we work to elucidate, and a subject matter we proceed to study as we try to define it).
Kata gender belum masuk dalam perbendaharaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, tetapi istilah tersebut sudah lazim digunakan, khususnya di Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita dengan istilah “jender”. Jender diartikan sebagai “interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin yakni laki-laki dan perempuan. Jender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan”.
Dari berbagai definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender dalam arti ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (social constructions), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati.

2.      RAS
Kata ras berasal dari bahasa Perancis dan Italia yaitu “razza”,yang diartikan sebagai :
Pertama, perbadaan variasi dari penduduk, atau perbedaan keberadaan manusia atas dasar: (1) tampilan fisik, seperti rambut, warna kulit, mata, hidung, postur tubuh yang secara tradisional ada tiga yakn Kaukasoid, Negroid, dan Mongoloid; (2) Tipe atau golongan keturunan; (3) Pola-pola keturunan; dan (4) Semua kelakuan bawaan yang tergolong unik sehingga mereka dibedakan dengan penduduk asli.
Kedua, menyatakan tentang identitas berdasarkan: (1) pemilikan peragai; (2) kualitas peragai tertentu dari suatu kelompok penduduk; (3) menyatakan kehadiran setiap kelompok penduduk berdasarkan geografi tertentu; (4) menyatakan tanda-tanda aktivitas suatu kelompok penduduk berdasarkan kebiasaan, gagasan, dan cara berpikir; (5) sekelompok orang yang memiliki kesamaan keturunan, keluarga, klan atau hubungan kekeluargaan; dan (6) arti biologis yang menunjukkan adanya subspesies atau varietas, kelahiran, atau kejadian dari suatu spesies tertentu.(Webster New World Dictionary, hal 1106).
Menurut Gill dan Gilbert (1988) ras merupakan pengertian biologis yang menjelaskan sekumpulan yang dapat dibedakan menurut karakteristik fisik yang dihasilakn melalui proses reproduksi. Acap kali ras merupakan status sosial yang didefinisikan oleh istilah kebudayaan daripada ras dalam istilah biologis. Kadang-kadang perbedaan antara kelompok etnik, itu meliputi lebih dari satu kebudayaan. Klasifikasi ras dan rasial meliputi tampilan fisik, yang juga menjadi dasar untuk membedakan kelompok etnik itu.
Menurut Kottak (1991), pengertian ras dapat ditinjau dari dua segi: (1) sebagai konstruk sosial (social construction), dan (2) konstruk biologis (biological construction). Pada umumnya para ahli menggunakan dua pendekatan ini untuk mempelajari keberagaman biologi/hayati, yakni pengelompokkan sesuatu secara rasial  dan menjelaskan perbedaan sesuatu itu secara khusus. Demikian pula para ilmuan memberikan perhatian pada ras yang secara teoritis. Ras bersifat bilogis (biological race) adalah sebuah kelompok yang berbeda karena para anggotanya memiliki peragai genetik dan bawaan dari leluhurnya. Mereka meyakini bahwa keberadaan ras itu ada dan sangat penting, utnuk membedakan orang banyak dalam kebersamaan suatu masyarakat yang secara biologis sama.
Daljoeni (1991) dari berbagai sumber mengemukakan ras adalah (1) suatu kategori tertentu dari seseorang yang bisa superior maupun inferior, yang acapkali ditandai oleh karakteristik fisik seperti warna kulit, tektur rambut, lipatan mata, dan (2) pengelompokan manusia ke dalam kategori-kategori yang berbeda berdasarka karakteristik biologis. Ada beberapa variasi skema dari klasifikasi ras berdasarkan karakteristik fisik seperti warna kulit, bentuk kepala, warna mata, ukuran hidung, dan lain-lain. Sebuah klasifikasi yang terkenal terdiri dari empat yaitu, Kaukasoid, Mongoloid, Negroid, Australoid. Istilah tersebut populer dalam antropologi, tetapi dianggap gagal menjelaskan beragam kategori bentuk fisik lain di luar empat kategori itu, apalagi pembagian itu dianggap rasisme.
Pierre van den Berghe, dalam Feagin (1993) mengartikan ras sebagai kelompok manusia yang mengartikan dirinya atau diartikan oleh orang lain, yang berbeda dari kelompok lain berdasarkan karakteristik fisik. Suatu kelompok ras tidak selalu digeneralisaasi secara ilmiah, namun dapat digeneralisasi sebagai kelompok sosial yang dibagi berdasarkan in group dan out group, antara kelompok inferior dan superior, antara mayoritas dan minoritas, antara dominan dan subordinasi, sebuah pengertian yang secara khusus berdasarkan karakteristik fisik yang bersifat subjektif.
Hargett dalam Kendall (2003) mendefinisikan ras sebagai istilah yang bersifat biologis, yang digunakan untuk mengelompokkan anggota dari mereka yang spesiesnya sama yang dibedakan dengan orang lain.
Dari beberapa definisi tersebut kesimpulan dari ras adalah suatu kategori atau pengelompokan sejumlah orang berdasarkan (terutama) karakteristik fisik tubuh seperti warna kulit, bentuk dasar tengkorak kepala, tekstur rambut, bentuk mata atau hidung, dan atribut-atribut fisik lain yang subjektif.



3.   ETNIS/ETNIK
Kata etnik (ethnic) berasal dari bahasa Yunani “ethnos” , yang merujuk pada pengertian bangsa atau orang. Acap kali ethnos diartikan sebagai setiap kelompok sosial yang ditentukan oleh ras, adat istiadat, bahasa, nilai, dan norma budaya dan lain-lain, yang pada gilirannya mengindikasikan adanya kenyataan kelompok yang minoritas dan mayoritas dalam suatu masyarakat. Misalnya kita menyebutkan Eurocentric untuk menerangkan kebudayaan yang terpusat pada mayoritas etnik dan ras dari orang-orang Eropa; Chinacentric utnuk menyebutkan kebudayaan yang beroriantasi pada Cina; Jawacentric utnuk menjelaskan kebudayaan yang berorientasi pada Jawa, dan lain-lain. Jadi, istilah etnik mengacu pada suatu kelompok yang sangat fanatik dengan ideologi kelompoknya, tidak mau tahu ideologi kelompok lain. Dalam perkembangannya makna ethnos berubah menjadi etnichos, yang secara harafiah digunakan untuk menerangkan keberadaan sekelompok “penyembah berhala” atau orang kafir yang hanya berurusan dengan kelompoknya sendiri tanpa peduli kelompok lain.
Menurut Narrol (1946) kelompok etnik dikenal sebagai suatu populasi yang (1) secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya; (3) membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok lain.
Thomas Sowell (1989), yang menulis Ethnic of America mengemukakan bahwa kelompok etnik merupakan sekelompok orang yang mempunyai pandangan dan praktik hidup yang sama atas suatu nilai dan norma. Misalnya kesamaan agama, negara asal, suku bangsa, kebudayaan, bahasa dan lain-lain yang semuanya  berpayung pada satu kelompok yang disebut kelompok etnik
Fredrick Barth (1988) dan Zastrow (1989) mengatakan etnik adalah himpunan manusia karena kesamaan ras,agama, asal-usul bangsa maupun kombinasi dari kategori tersebut  yang terikat pada sistem nilai budayanya.
Koenjtaraningrat (1989) memaksudkan etnik sebagai kelopok sosial atau kesatuan hidup manusia yang mempunyai sistem interaksi, sistem norma yang mengatur interksi tersebut, adanya kontinuitas dan rasa identitas yang mempersatukan semua anggotanya serta memiliki sistem kepemimpinan sendiri. Sementara itu, dalam kaitannya dengan “bangsa”, etnik merupakan konsep yang digunakan silih berganti untuk menerangkan suatu bangsa seperti Indonesia, dari sudut pandang kebangsaan yang melatarbelakangi perkembangan kebudayaan (Hidayah, 1996).
Joe R. Feagin (1993) mengatakan kelompok etnik adalah sebuah kelompok sosial yang dapat dibedakan sebagian atau bahkan seluruhnya dengan orang lain atau dari kalangan mereka sendiri, yang pertama dan utama terletak pada kebudayaan dan karakteristik nasionalitas.
Martin Bulmer (2001) mengemukakan etnik atau yang selalu disenut kelompok etnik adalah suatu kelompok kolektif manusia dalam penduduk yang luas, yang memiliki kenyataan atau sejarah asal-usul yang sama, mempunyai kenangan terhadap masa lalu, yang terfokus pada satu unsur simbolik atau lebih yang mendefinisikan identitas kelompok seperti kekerabatan, agama, bahasa, pembagian wilayah, tampilan nasionalitas dan fisik (suku bangsa dan fisik), yang anggotanya sadar bahwa mereka merupakan anggota dari kelompok tersebut,
UK-Learning (2002) mengemukakan bahwa batasan kelompok etnik selalu mengacu pada suatu kerakterstik tertentu, misalnya suatu kelompok yang selalu minoritas, suatu kelompok kecil atau sekurang-kurangnya besaran kelompok terserbut yang lebih kecil dari kelompok dominan dalam masyarakat dimana mereka berada. Komposisi dari kelompok etnik ditentukan antara lain oleh perbedaan gaya hidup atau tingkat pendapatan, pendidikan, yang membedakan status individu baik dalam lingkungan etnik mereka sendiri maupun dengan etnik yang lain. Kelompok etnik sering diartikan pula sebagai suatu kelompok dimana para anggotanya memiliki dan kemudian membagi tradisi kebudayaannya, misalnya nilai serta bahasa yang sama, dan memebedakan diri mereka dengan atau dari kelompok lain (Barth). Dalam situasi keseharian, kelompok etnik selalu dilihat sebagai orang yang berbeda, misalnya karena mereka menggunakan pakaian yang berbeda, atau menampilkan simbil-simbol yang berbeda meskipun mereka diintegrasikan ke dalam suatu masyarakat yang luas.
Diana (2003) mengemukakan bahwa etnik atau yang lazim disebut kelompok etnik adalah kumpulan orang yang dapat dibedakan terutama oleh karakteristik kebudayaan atau bangsa yang meliputi: (1) keunikan dalam peragai (trait)  budaya; (2) perasaan sebagai satu komunitas; (3) mempunyai perasaan etnosentrisme; (4) status kenggotaan yang bersifat keturuan atau ascribed status; dan (5) berdiam atau memiliki taritorial tertentu.
Richard Delgado dan Jean Stefancic (2001) memperluas pengertian kelompok etnik sebagai kelompok sosial yang dapat tersusun atas ras, agama, atau asal negara. Sementara Glazer dalam Degado (2001) memberikan definisi yang lebih tegas tentang kelompok etnik yakni sebuah keluarga dengan identitas sosial yang jelas seperti kesamaan agama misalnya orang Belanda, atau kesaman bahasa seperti orang Belgia, atau kesamaan sejarah, pengalaman hidup, bahkan kesamaan mitos maupun mistis.
Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat dikatakan bahwa etnik atau kelompok etnik adalah:
Pertama, suatu kelompok sosial yang mempunyai tradisi kebudayan dan sejarah yang sama, dan karena kesamaan itulah mereka memiliki suatu identitas sebagai suatu subkelompok dalam suatu masyarakat yang luas. Para anggota dari kelompok itu berbeda dengan kebudayaan masyarakat kebanyakan, hanya karena mereka memiliki karakteristik kebudayaan tertentu dari anggota masyarakat yang lain. Kelompok etnik bisa mempunyai bahasa sendiri, agama, adat istiadat yang berbeda dengan kelompok lain.
Kedua, suatu kelompok individu yang memiliki kebudayaan yang berbeda, namun diantara anggotanya merasa memiliki subkultur yang sama. Gagasan kelompok etnik itu berbeda dengan ras, sebab etnik lebih menggambarkan nilai, norma, perilaku, dan bahasa yang juga terlihat dari tampilan fisik mereka. Seringkali kelompok etnik dipikirkan sebagai kelompok minoritas dari kebudayaan orang lain.
Ketiga, etnik merupakan sutau kelompok yang memiliki domain tertentu, yang kita sebut dengan ethnic domain. Susanne Langer mengatakan bahwa kerap kali kelompok etnik itu mempunyai peranan dan bentuk simbol yang sama, memiliki bentuk kesenian yang sama, yang diciptakan dalam ruang dan waktu mereka. Jadi ada imajinasi atau arsitektur yang sama mereka menggambarkan diri mereka, hubungan dengan orang lain, membentuk sistem peran, fungsi dan relasi, serta struktur dan sistem sosial.
Pengertian luas etnik berkaitan dengan kehadiran suatu kelompok tertentu yang terikat dengan kerakteristik terrtentu dari fisik, sosial-bidaya, sampai ideologi. Pengertian sempit atas etnik dikaitkan dengan konsep suku bangsa. Jadi, istilah kelompok etnik merupakan konsep untuk menerangkan suatu kelompok, baik kelompok ras maupun bukan kelompok ras, yang secara sosial dianggap berada yang telah mengembangkan subkultur sendiri.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by:

Free Blog Templates